Monday, June 13, 2016

Cerita Sedih Pesan Terahir

Pesan terahir dari sang istri tercinta

 
Selepas upacara penguburan, aku langsung masuk ke dalam kamar.  Pandanganku langsung tertuju pada benda berwarna biru, notebook istriku.  Hari ini kuberanikan menyentuh barang kesayangannya.  Inilah teman sejati istriku dalam menjalani hari-harinya. 

Aku pun membukanya perlahan-lahan.  Entah mengapa, aku langsung membuka recent document.  Aku ingin tahu apa yang ia tulis terakhir kalinya.  Ternyata ada sebuah file bertuliskan “Pesan Terakhir untuk Orang Tersayang”.  Aku pun mulai membacanya…

“Aku terlahir dengan kondisi fisik yang tidak begitu bagus.  Tubuhku begitu kurus karena aku mengidap penyakit yang berhubungan dengan system pernapasanku.  Dari sejak lahir hingga dewasa aku tumbuh menjadi seorang yang pesakitan.  Aku berteman dekat dengan rumah sakit, dokter, jarum suntik dan yang pasti obat-obatan ialah sahabat sejatiku setiap saat.

Aku memang tidak pernah mengeluh karena orang-orang didekatku selalu menguatkanku.  Mereka selalu menghiburku.  Meski aku tahu, penyakitku ini tidak bisa sembuh total.  Dulu, ketika penyakitku sering kambuh secara tiba-tiba, aku selalu bertanya pada diriku sendiri, apa aku masih bisa hidup besok?

Aku kadang tak menyangka, jika aku masih bisa menghirup segarnya udara sampai saat ini.  Aku bersyukur, Sang Pencipta masih mengizinkanku untuk berkumpul dengan orang-orang yang aku sayangi.

Aku bahagia sekali karena sebelum tiba saatnya aku kembali ke pangkuanNya, aku bisa meraih sebagian impianku.  Aku bisa memberikan kedua orangtuaku sebuah rumah mewah dan mobil mewah.  Aku juga bersyukur karena suamiku bisa mengajak kami untuk melaksanakan ibadah haji.  Itulah keinginan terbesar orangtuaku dari dulu. 

Aku pun bersyukur, karena aku mendapatkan seorang suami yang baik.  Penantianku yang begitu lama, ternyata tidak sia-sia.  Aku mendapatkan seorang suami yang begitu sempurna.  Semua yang aku harapkan, ada padanya. 
Ia sosok lelaki yang diidamkan oleh semua wanita.  Tak heran jika banyak wanita yang menyukainya.  Aku memang tidak secantik wanita-wanita yang sering berada di dekatnya.  Aku pun tidak sebaik mereka.  Aku masih terlalu banyak kekurangan bila dibandingkan dengan mereka.

Maafkan aku suamiku, aku pernah menangis karena aku cemburu melihat kau dekat dengan teman sekerjamu.  Kau bisa tertawa riang dan terlihat bahagia ketika bersamanya.  Kau bilang ia wanita hebat dan cerdas.  Aku berusaha tersenyum dihadapanmu, tapi hatiku menangis.  Aku tidak suka jika kau selalu membanding-bandingkan aku dengan wanita lain. 
Tapi biarlah karena aku mencintaimu bukan karena parasmu yang ganteng atau juga karena kekayaanmu.  Aku mencintaimu karena Sang Maha Pencipta.  Dan aku yakin kau pun sama sepertiku. 

Kau adalah anugerah terindah dalam hidupku.  Kau telah membantu mewujudkan impianku untuk membantu sesama yang merupakan keinginanku sebelum aku menutup mata.  Kau bantu aku membangun sekolah gratis untuk orang-orang yang kurang mampu.  Kau juga temani aku untuk menyantuni saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Aku ucapkan terima kasih banyak, suamiku.  Kau telah menemani sisa umurku.  Aku bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu.  Kau adalah suami yang hebat.  Aku selalu berharap kita bisa dipertemukan kembali dalam surgaNya kelak.
Aku pun selalu berdo’a, jika tiba saatnya aku kembali ke pangkuanNya, jagalah kedua malaikat kecil kita.  Didiklah mereka dengan iman dan ilmu.  Temani mereka dengan cinta dan kasih sayang.”

Tak terasa air mataku membasahi notebook kesayangan istriku.  Keheningan malam dan angin sepoi-sepoi menemani kesendirianku di kamar ini.  Kamar yang dulu selalu ada bidadari yang menemaniku.  Sekarang ia telah pergi menemui panggilan cinta dari Sang Pencipta.

Jika aku tidak punya iman, mungkin aku sudah gila dengan keadaan seperti ini.  Wanita yang setiap hari selalu menemaniku.  Wanita yang senantiasa memberikan senyum terindah di depanku, kini telah tiada.

Jika ia mengaku begitu bahagia karena aku telah menjadi suaminya. Padahal sebenarnya, akulah yang lebih bahagia, karena aku telah mendapatkan seorang wanita yang hebat.  Sejak aku mengenalnya, aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

Tok….tok….tok….

Suara ketukan pintu membuyarkan semua lamunanku.  Terdengar Fatimah memanggil-manggil namaku.

“Yah, makan dulu, Yah….dari tadi pagi ayah kan belum makan.” 

“Nanti saja, ayah belum lapar.  Kalian duluan aja.”

Aku tidak beranjak dari meja yang biasa dipakai istriku untuk menulis.  Aku tak kuasa untuk meninggalkan semua kenangan manis dengannya.

“Yah! boleh aku masuk?”  Fatimah ternyata masih ada di depan pintu kamar.

Aku mencoba bangkit, dan membuka kunci pintu kamarku.  Tanpa berkata-kata, aku peluk erat anak pertamaku ini.  Fatimah tahu aku begitu tertekan.  Ia mencoba menguatkanku.

“Yah, kita semua kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup kita.  Aku, Aisyah, Ayah dan semua orang pasti belum siap untuk kehilangan ibu.  Tapi….”

Fatimah tak kuasa untuk melanjutkan kata-katanya.  Aku mencoba menghapus air mata Fatimah.  Aku tahu kedua anakku memang sangat dekat dengan ibunya.  Mereka begitu mengidolakan ibunya.

“Ayah nggak boleh sedih terus ya…Bantu kami untuk tegar, Yah.”

Aku tertegun memikirkan ucapan anakku barusan.  Benar apa kata Fatimah, aku harus tegar agar anak-anakku pun bisa tegar menghadapi semua ini. 

Kami memang bukan hanya kehilangan sosok seorang istri atau ibu.  Tapi kami kehilangan sosok seorang teman, sahabat, guru dan seorang yang senantiasa setia mendengar semua cerita kami.

Aku masih rindu dengan ide-ide cemerlangnya dan juga jiwa berbaginya.  Memberi merupakan suatu kebahagiaan baginya.  Ia tidak hanya cantik fisiknya, tapi ia juga cantik hati dan fikirnya.

Mentari, tidak salah kedua orangtuamu memberimu nama itu.  Karena kau selalu menyinari tanpa memilih siapa yang akan kau sinari.  Kau tak pernah meminta balasan dengan semua kebaikanmu.

Aku tidak tahu, kalau kau begitu cemburu dengan sikapku pada teman-teman perempuanku.  Tapi sebenarnya, akulah yang paling sering mencemburuimu.  Aku sering mendengar orang-orang terdekatmu memuji kecantikan dan keanggunanmu.  Mereka sering mengatakan padaku, aku orang yang sangat beruntung karena mendapatkanmu.  Mereka bilang, sulit sekali untuk mendekatimu.

Aku begitu bahagia ketika kau mau menjadi istriku.  Kau seorang istri yang hebat, ibu yang bijak.  Kau selalu membuat mereka bangga.  Mereka begitu mengagumimu.  Kau idola bagi mereka.

Kau sosok yang tidak pernah mengeluh.  Ketika aku harus kerja di luar kota, aku baru tahu kalau kau sakit.  Aku baru tahu barusan, ketika Aisyah, cerita tentang semuanya.  Ketika aku tanya kenapa tidak mengabariku.  Kau tahu jawabnya, karena kau tidak mau konsentrasiku menjadi terganggu.

Aisyah cerita padaku, penyakit sesakmu begitu parah.  Kau pergi ke Rumah Sakit hanya ditemani mereka berdua dan juga Bi Minah.  Dan ketika aku kembali, kau begitu segar bugar.  Kau tak memperlihatkan tanda-tanda kalau kau baru sembuh dari sakit.

Hari ini, kau kembali ke pangkuanNya.  Hari ini kau temui penciptaMu.  Kau dulu pernah bercerita, ketika kau masih kecil, penyakit yang kau idap ini sering membuatmu sering bertanya, apakah besok kau masih hidup atau tidak?  Dan kau bilang, ternyata Tuhan itu Maha Baik, karena kau masih diberi kesempatan untuk berbagi dengan sesama.

Istriku, tahukah kau, hari ini begitu banyak tamu yang datang.  Sekolah tempatmu berbagi ilmu, sengaja diliburkan.  Semua rekan sekerjamu dan juga murid-muridmu datang untuk melihatmu untuk terakhir kalinya.  Mereka bilang kau guru yang hebat.  Semua teman dan sahabatmu datang.  Ternyata teman-temanmu begitu banyak.  Mereka semua kehilangan sosok seorang teman, sahabat dan guru yang senantiasa memberi mereka motivasi. 

Mereka semua mendoakanmu.  Dan kau tahu, ibuku ialah orang yang paling terpukul dengan kepergianmu.  Beliau selalu memeluk photomu.  Dan kau tahu, ibu marah padaku, karena aku tidak memberitahu tentang penyakitmu sebelumnya.  Ibu bilang aku ini suami yang tidak baik.

Aku kehilangan separuh jiwa ini.  Tangisku seakan tidak bisa berhenti.  Aku masih ingat ketika pertama kali kita bertemu.  Kau begitu mengagumkan.  Kau benar-benar bidadari surga yang diturunkan untuk menemaniku.   

Maafkan jika dulu aku pernah mendiamkanmu karena waktu itu ada seseorang yang bilang mengagumimu.  Padahal aku tahu, kau tidak pernah dekat dengan laki-laki lain.  Aku tahu, bahwa aku ini orang yang paling beruntung karena mendapatkan seorang wanita yang belum pernah disentuh oleh laki-laki lain.

Aku berjanji, aku akan menjaga anak-anak kita.  Biarlah aku melihat kedewasaanmu, ketegaranmu, dan kerendahan hatimu dari Fatimah.  Dan aku akan melepas kangen melihat kemanjaanmu, kecerdasanmu dan rasa empatimu yang tinggi dari Aisyah.

Terima kasih kau telah berikan dua wanita hebat disampingku.   Mereka terlahir dari rahim seorang ibu yang luar biasa.  Mereka dibesarkan dengan cinta dan kasih dari seorang ibu yang berhati malaikat.

Selamat jalan istriku, pesan terakhirmu akan selalu aku ingat.  Berbahagialah bertemu dengan Yang Maha Mencintaimu, karena kau telah menorehkan sejuta cinta penuh makna bagi orang-orang sekitarmu.  Kami berjanji akan meneruskan impianmu untk senantiasa membahagiakan sesama.


Inilah cerita kali ini, sungguh mengharukan,,, ;( ;(
Tunggu cerita cerita selanjutnya ya,,,

baca juga

No comments:

Post a Comment